-->
gF6u0Vqh6RFrxd4GViiplRIajFJiSmm4Y0jpjNDw
Bookmark

Rangkuman Materi Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa

PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

rangkuman materi perjuangan menghadapi ancaman disintegrasi bangsa


A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi

Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI TII dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI yaitu komunisme sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.

a. Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun

PKI merupakan partai politik pertama yang didirikan sesudah proklamasi. PKI bukanlah partai baru karena telah ada sejak zaman pergerakan nasional sebelum dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda akibat memberontak pada tahun 1926. Sejak merdeka sampai awal tahun 1948, PKI masih bersikap mendukung pemerinah yang kebetulan dikuasai oleh golongan kiri. Namun ketika golongan kiri terlempar dari pemerintah, PKI menjadi partai oposisi dan bergabung dengan partai serta organisasi kiri lainnya dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang didirikan Amir Syarifuddin pada bulan Februari 1948. Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang oleh Muso. Ia membawa PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun tanggal 19 September 1948.

Alasan utama pemberontakan PKI yaitu bersifat ideologis, dimana mereka memiliki cita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Berbagai upaya dilakukan oleh PKI untuk meraih kekuasaan. Partai ini mendorong dilakukannya berbagai demonstrasi dan pemogokan kaum buruh dan petani. Muso kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengecam pemerintah dan membahayakan strategi diplomasi Indonesia melawan Belanda yang ditengahi Amerika Serikat. Pernyataan Muso lebih menunjukkan keberpihakannya pada Uni Soviet yang komunis.

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan Malaka untuk meredam gerak PKI Muso. Namun kondisi politik sudah terlampau panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya kemudian memusatkan diri di Madiun. Muso kemudian pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik Soviet Indonesia.

Di awal pemberontakan, pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan para pemimpin partai yang anti komunis terjadi. Kaum santri juga menjadi korban. Tetapi pasukan pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi berhasil mendesak mundur pemberontak. Puncaknya ketika Muso tewas tertembak. Amir Syarifuddin juga tertangkap. Ia akhirnya dijatuhi hukuman mati. Tokoh-tokoh muda PKl seperti Aidit dan Lukman berhasil melarikan diri. Merekalah yang kelak ditahun 1965 berhasil menjadikan PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ribuan Orang tewas dan ditangkap pemerintah akibat pemberontakan di Madiun. PKI gagal megambil alih kekuasaan.

b. Pemberontakan DII/TII

1) DI/TII Jawa Barat 

Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas dibeberapa wilayah Indonesia bermula dari gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kanosuwiryo. la dulu adalah salah seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSH). Perjanjian Renville yang membuka peluang bagi Kanosuwiryo untuk lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam. Salah satu keputusan Renville adalah harus pindahnya pasukan RI dari daerah-daerah yang diklaim dan diduduki Belanda ke daerah yang dikuasai RI. Di Jawa Barat, Divisi Siliwangi sebagai pasukan resmi RI pun dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan negara bagian Pasundan oleh Belanda. Akan tetapi lancar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah berada dibawah pengaruh Kartosuwiryo tidak bersedia pindah dan membentuk Tentara Islam Indonesia (TII). Vakum (kosongnya) kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan Kanosuwiryo. Meski awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka menunjang perjuangan RI, namun akhirnya perjuangan tersebut beralih menjadi perjuangan untuk merealisasikan cita-citanya. Ia lalu menyatakan pembentukan darul Islam (negara Islam/DI) dengan dukungan TII, di Jawa Barat pada Agustus 1948. Persoalan timbul ketika pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat namun Kanosuwiryo tidak mau mengakui tentara RI kecuali mereka bergabung dengan DI/TII. Hal ini berarti Kanosuwiryo dengan DI/TIInya tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat. Sejak tahun 1959 pemerintah mulai melakukan operasi militer.

2) DI/TII Jawa Tengah

Di Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip dimana akibat persetujuan Renville daerah Pekalongan~Brebes~Tegal ditinggalkan TNI dan aparat pemerintah. Terjadi kevakuman di wilayah ini dan Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah yang tidak mau di TNI kan, segera mengambil alih. Perlawanan Amir Fatah tidak terlalu lama. Kurangnya du
Islam (AUl) yang sejak didirikan berkeinginan menciptakan suatu negara Indonesia yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pada akhir Juli 1950 Kyai Sumolangu melakukan pemberontakan. Setelah sebulan bertempur, tentara RI berhasil menumpas pemberontakan. Pemberontakan Iainnya dilakukan oleh Batalyon 426 dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah. lni adalah tentara Indonesia yang anggota-anggotanya berasal dari lascar Hizbullah. Walaupun dianggap kuat dan membahayakan, namun hanya dalam beberapa bulan pemberontakan ini berhasil di tumpas.

3) DI/TII Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII juga terjadi di Sulawesi Selatan dibawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Pada tahap awal, pemberontakan ini disebabkan akibat ketidakpuasan para bekas pejuang gerilya kemerdekaan terhadap kebijakan pemerintah dalam membentuk Tentara Republik, namun beberapa tahun kemudiun pemberontakan beralih dengan bergabungnya mereka ke dalam DI/TII
Kartosuwiryo. Selama masa pemberontakan, Kahar Muzakar pada tanggal 7 Agustus 1953 menyatakan diri sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo. Pemberontakan ini berakhir pada tahun 1965 dan ditahun itu, Kahar Muzakar tewas tertembak dalam suatu penyergapan.

4) DI/TII Kalimantan Selatan

DI/TII Kalimantan Selatan merupakan pemberontakan yang tergolong kecil, dimana pemberontak tidak menguasai daerah yang luas dan pergerakan pasukan yang besar. Pemberontakan ini berlangsung lama dan berlarut-larut hingga tahun 1963 saat Ibnu Hajar, pemimpinnya tertangkap. Timbulnya pemberontakan ini bisa ditelusuri hingga tahun 1948 saat Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV, sebagai pasukan utama Indonesia dalam menghadapi Belanda di Kalimantan Selatan, telah tumbuh menjadi tentara yang kuat dan berpengaruh di wilayah tersebut. Namun ketika penataan ketentaraan mulai dilakukan di Kalimantan Selatan oleh pemerintah pusat di Jawa, tidak sedikit anggota ALRI Divisi IV yang merasa kecewa karena diantara mereka ada yang harus mendapatkan posisi yang tidak sesuai dengan keinginan. Penangkapan terhadap mantan anggota ALRI Divisi IV terjadi. Diantara para pembelot mantan anggota ALRI Divisi IV adalah Letnan Dua Ibnu Hajar. Ibnu Hajar bahkan menamai pasukan barunya sebagai Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Akhir tahun 1954, Ibnu Hajar memilih untuk bergabung dengan pemerintahan DI/TII Kartosuwiryo yang menawarkan kepadanya Jabatan dalam pemerintahan DI/TII sekaligus Panglima TII Kalimantan.Tahun 1963, lbnu Hajar menyerah, ia berharap mendapat pengampunan, namun pengadilan militer menjatuhinya hukuman mati.

5) DI/TII Aceh

Di Aceh pemicu langsung pecahnya pemberontakan adalah ketika pada tahun 1950 pemerintah menetapkan wilayah Aceh sebagai bagian dari provinsi Sumatera Utara. Para ulama Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menolak hal ini. Bagi mereka, pemerintah terlihat tidak menghargai masyarakat Aceh yang telah berjuang membela republik. Mereka menuntut agar Aceh memiliki otonomi sendiri dan mengancam akan bertindak bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Tokoh terdepan PUSA yaitu Daud Beureuh. Pada tahun 1953, setelah Daud Beureuh melakukan kontak dengan Kartosuwiryo, ia menyatakan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo. Konflik antara pengikut Daud Beureuh dengan tentara RI berkecamuk dan tak menentu selama beberapa tahun, sebelum akhirnya pemerintah mengakomodasi dan menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa pada tahun 1959.

c. Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Terdapat 6 teori tentang peristiwa kudeta G30S tahun 1965:
1) Gerakan 30 September merupakan persoalan internal Angkatan Darat (AD)
Teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul akibat adanya persoalan dikalangan AD. Hal ini misalnya didasarkan pada pernyataan pemimpin Gerakan, yaitu Letnan Kolonel Untung menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah-mewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD.

2) Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA)

Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuhketangan komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan. Tujuan akhir scenario CIA yaitu menjatuhkan kekuasaan Soekarno.

3) Gerakan 30 September merupakan pertemuan antara kepentingan Inggris-AS

Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia terbebas dari komunisme.

4) Soekarno adalah dalang Gerakan 30 September

Teori ini beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD. Dasar teori ini antara lain dari kesaksian Shri Biju Patnaik, seorang pilot asal India yang menjadi sahabat banyak pejabat Indonesia sejak masa revolusi, Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh. Menurut Patnaik, Soekarno berkata “sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang. Disini Soekarno seakan tahu bahwa akan ada “peristiwa besar” esok harinya. Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan tindakan Soekarno yang ternyata kemudian menolak mendukung G30S. Bahkan pada 6 Oktober 1965 dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor, ia mengutuk gerakan ini.

5) Tidak ada pemeran tunggal dan scenario besar dalam peristiwa Gerakan 30 September (teori chaos)
Teori ini menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan tidak ada scenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno : “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.

6) Dalang Gerakan 30 September adalah PKI


Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah pennaggungiawab peristiwa kudeta dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1965-1965. Dasar lainnya adalah bahwa setelah G30S beberapa perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri CC PKI sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten. Teori ini yang paling umum didengar mengenai kudeta tanggal 30 September 1965. Namun terlepas dari teori mana yang benar mengenai peristiwa G30S, yang pasti sejak Demokrasi Terpimpin secara resmi dimulai tahun 1969, Indonesia memang diwarnai dengan figure Soekamo yang menampilkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Indonesia. ia juga menjadi kekuatan penengah diantara 2 kelompok politik besar yang saling bersaing dan terkurung dalam pertentangan yang tidak terdamaikan saat itu: AD dengan PKI

Baca juga: Rangkuman Materi Perjuangan Bersenjata Mempertahankan Kemerdekaan

2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest)

 
Temasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan Andi Aziz. Vested interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau melepaskan posisi atau kedudukannya sehingga sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi Aziz semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.

a. Pemberontakan APRA 

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Kapten Raymon Westerling tahun 1949. Ini adalah milisi bersenjata yang anggotanya terutama berasal dari tentara Belanda; KNIL yang tidak setuju dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Jawa Barat yang saat itu masih berbentuk negara bagian Pasundan. Basis pasukan APRIS di Jawa Barat adalah Divisi Siliwangi. APRA ingin agar keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka sebagai tentara negara federal di Jawa Barat. Karena itu, pada Januari 1950 Westerling mengultimatum pemerintah RIS.

b. Peristiwa Andi Aziz

Peristiwa Andi Aziz berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di negara Indonesia Timur (NIT). Ketika akhirnya tentara Indonesia benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan dengan tujuan memelihara keamanan, hal ini menyulut ketidakpuasan dikalangan Andi Aziz, Ada kekhawatiran dari kalangan tentara KNIL bahwa mereka akan diperlakukan secara diskriminatif oleh pimpinan APRIS/TNI. Pasukan KNIL dibawah pimpinan Andi Aziz bereaksi menduduki beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima Teritorium (wilayah) Indonesia Timur. Pemerintah bertindak tegas dengan mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang.

c. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS dilakukan dengan tujuan memisahkan diri dan Republik Indonesia dan menggantinya dengan negara sendiri. Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung oleh mantan pasukan KNIL. Upaya penyelesaian secara damai awalnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yang mengutus dr. Leimena untuk berunding. Namun upaya ini mengalami kegagalan. Pemerintah pun langsung mengambil tindakan tegas, dengan melakukan operasi militer dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang.

3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan.

Temasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg) semi pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan Perjanjian Linggarjati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal dengan nama RIS. RI menjadi bagian dari RIS. Negara-negara federal lainnya seperti negara Pasundan, negara Madura atau Negara Indonesia Timur. BFO adalah badan musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk oleh Belanda. Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan pemberontakan yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah Indonesia terhadap pemerintah pusat.

a. Pemberontakan PRRI dan Permesta

Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya persoalan didalam tubuh Angkatan Darat berupa kekecewaan atas minimnya kesejahteraan tentara di Sumatera dan Sulawesi. Hal ini mendorong beberapa tokoh militer untuk menentang Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Persoalan kemudian ternyata justru meluas pada tuntutan otonomi daerah. Ada ketidakadilan yang dirasakan beberapa tokoh militer dan sipil didaerah terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti:

1) Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein

2) Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan

3) Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian

4) Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual

Dewan-dewan ini kemudian mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah diwilayahnya masing-masing.

Berita proklamasi PRRI disambut dengan antusias oleh para tokoh masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan musyawarah dengan pemerintah menjadikan mereka mendukung PRRI, mendeklarasikan Permesta sekaligus memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat (Kabinet Juanda).

Pemerinah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontak ini karena kekhawatiran mereka terhadap pemerintah pusat Indonesia yang bisa saja semakin dipengaruh komunis. Pada tahun itu juga pemberontakan PRRI dan Permesta berhasil dipadamkan.

b). Persoalan Negara Federal dan BFO

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan dikalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.

Sejak pembentukan BFO di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah menjadi 2 kubu. Kelompok pertama menolak kerjasama dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerjasama membentuk Negara Indonesia Serikat. Kelompok kedua ingin agar garis kebijakan bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Setelah KMB persaingan antara golongan federalis dan unitaris makin lama makin mengarah pada konflik terbuka dibidang militer, pembentukan APRIS telah menimbulkan masalah psikologis. Salah satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personil mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yailu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya anggota TNI ke negara bagian.

B. Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

1. Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa

Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik dibeberapa wilayah Indonesia pada masa kini. Kementerian Sosial memetakan bahwa pada tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah dengan potensi rawan konflik sosial. Enam diantaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi yaitu Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah.

2. Teladan Para Tokoh Persatuan

Jumlah tokoh yang telah diangkat oleh pemerintah sebagai pahlawan nasional hingga tahun 2014 yaitu 159 orang, Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, salah satu diantaranya adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lainnya untuk mencapai/merebut/ mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan. Beberapa para pahlawan yang yang memiliki Jasa dalam mewujudkan integrasi bangsa Indonesia yaitu:
~> Pahlawan Nasional dari Papua
a. Frans kaisiepo
b. Silas Papare
c. Marthen Indey

~> Para Raja yang Berkorban untuk Bangsa

a. Sultan Hamengkubuwono IX
b. Sultan Syarif Kasim II

3. Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra

Salah satu tokoh yang mewujudkan integrasi melalui Seni dan Sastra yaitu Ismail Marzuki. Lagu-lagu Ismail Marzuki diwarnai oleh semangat kecintaannya terhadap tanah air antara lain :
a. Rayuan Pulau Kelapa (1944)
b. Bandung (1946)
c. Selendang Sutera (1946)
d. Sepasang Mata Bola (1946).

4. Pertempuran Pejuang

Opu Daeng Risaju merupakan tokoh seorang pejuang perempuan yang menjadi pelopor gerakan Serikat Islam yang menentang kolonialisme Belanda.

Post a Comment

Post a Comment